Dan Yang Terjadi
Mencari jawaban atas semua pertanyaan yang terus
berkecamuk didalam hati dan pikiranku yang kalut, adalah hal teremosional yang
pernah aku alami, kehawatiran terus-menerus menghuni batinku. Semua kemarahan
itu, semua emosi itu aku simpan dikedalaman hatiku sendiri, berharap tak ada
yang dapat membacanya, tak ada yang dapat menyelaminya. Aku tak berharap orang,
siapapun itu dapat mengerti hatiku atau jalan pikiranku, aku sendiri menilai
jalan pikiranku ini terlalu ruwet untuk dipahami. Hhh!! orang bodoh dengan
jalan pikiran yang sulit dipahami.
Aku sendiri kadang tidak bisa menduga apa yang dapat
dihasilkan oleh pikiranku, dan nantinya keyakinan-keyakinan baru akan muncul.
Aku takut keyakinan baru itu dapat merusak semua keyakinan lamaku yang
rasional, aku sendiri semakin menyadari bahwa pikiran-pikiran baruku selalu
berada dalam frekuensi yang irasional. Aku merasa takut akan hal itu, aku
membutuhkan keberanian untuk bisa lebih tabah menerima perubahan yang begitu
besar didalam hidupku. Ini sebuah kenyataan yang harus bisa aku kendalikan
secepatnya, aku tak ingin bila pemikiran-pemikiranku yang penuh dendam meledak
begitu saja tanpa peringatan terlebih dahulu, menggebu-gebu dan penuh emosi.
Aku semakin tepojok dalam dunia yang asing antara
mimpi dan kenyataan, antara angan dan realita. Aku takut nantinya aku semakin
terlarut dalam dimensi yang seperti ini, hingga aku tak mampu membedakan mana
yang mimpi dan mana yang nyata. Aku takut tak bisa membedakan antara dunia
mimpi dan dunia nyata, atau aku takut tak bisa menerka sedang diamanakah aku
berada, dunia mimpi atau dunia nyata.
Perubahan besar dalam hidupku yang dipenuhi oleh
rasa sakit membuat cara pandangku akan
sesuatu hal ikut berubah menjadi rancu dan sempit. Aku sendiri terus menerus
berada dalam kebingungan akan apa yang tengah terjadi dalam hidupku. Perubahan
demikian besar terjadi dalam hidupku saat aku berada dalam keadaan tidak siap,
aku dibuat kalut dan bingung dengan keadaan baru ini yang membuat aku bimbang
dan merasa tersesat di dunia yang tidak
aku kenal.
Kelemahanku semakin terlihat, aku berharap aku tidak
menangis dalam menghadapi kenyataan, walaupun sebenarnya rasa sakit ini sungguh
sulit untuk ditepiskan, sungguh tak tertahankan. Kenapa harus seperti ini??
Kenapa harus cinta yang menyakitiku begitu dalam, kenapa cinta justru menjadi
penyebab atas semua kekalutanku dan ketidak rasionalan pikiranku?? Kenapa cinta
yang harus merubahku menjadi orang yang berbeda? menjadi orang yang tidak
bahagia!?
Dan dulu sebelum rasa sakit itu muncul, sebelum aku
ditinggalkan oleh cinta, sebelum cinta meminumkan racunnya padaku. Aku begitu
bahagia dengan semua kepolosan jiwaku, aku bahagia menjadi si bengal yang
nakal, aku bahagia menjadi si bodoh yang tidak mengenal cinta, dan menganggap
cinta hanya menjadi milik orang dewasa yang tidak perlu dipedulikan, tidak
perlu dipikirkan. Aku bahagia dengan datangnya hujan dan aku dapat bermain
ditengah hujan dengan berlari-lari tanpa takut terjatuh dan basah, aku bahagia
melihat matahari pagi bersinar yang dapat kusapa dengan memicingkan mata setiap
kali melihatnya, aku bahagia menjadi diriku yang dulu, diriku yang kanak-kanak,
diriku yang bau matahari.
Aku bahagia menjadi diriku yang dulu, diriku sebelum
aku mengenal cinta. aku yang polos adalah aku yang melanggar semua perturan
tanpa rasa malu. Aku yang dulu adalah aku yang mengejek orang dewasa yang
menagisi cinta yang hilang, aku yang dulu adalah aku yang mengolok-olok cinta
tanpa beban, dan menertawakan tingkah mereka yang dewasa saat mereka tiba-tiba
menjadi linglung dan bodoh saat jatuh cinta.
Namun satu hal yang tidak aku perhatikan kala itu,
bahwa suatu saat aku dapat berubah menjadi dewasa, bahwa suatu hari aku juga
akan mengalami hal yang sama seperti yang dialami orang-orang dewasa, ketika
aku berubah menjadi dewasa. Hal ini yang paling aku sesali karena aku tak dapat
melakukan persiapan apapun sebelumnya. Hal ini terabaikan begitu saja. Dan
betapa terkejutnya aku sewaktu semua yang aku tertawakan kemudian menimpaku,
mengahancurkanku tanpa ampun.
Aku dihancurkan perlahan-lahan dari dalam,
paru-paruku seperti terbakar, dan semua berubah menjadi kepekatan yang hampa.
Merasa kehilangan namun tak mengerti apa
yang hilang, merasa ditinggalkan namun tak mengerti kenapa bisa tiba-tiba
meninggalkan, merasa marah dan tak tahu ditujukan pada siapa. Ingin menyalahkan
namun tak mampu menyalahkan. Bagai mana bisa menyalahkan yang sulit untuk disalahkan,
sulit untuk marah, sulit untuk mencaci, ketika orang yang membuatmu terluka
parah adalah orang yang paling kau cintai, orang yang paling kau kasihi,
bagaimana kau bisa marah jika satu-satunya orang yang berusaha mematikanmu
adalah orang yang selama ini berusaha kau lindungi sepenuh jiwamu. Bagai mana
kau bisa marah kalau dialah orang yang tanpa nafasnya kau tak bisa hidup? Bagai
mana kau bisa menyalahkannya jika orang yang membuatmu sakit adalah orang yang
demi dia kau rela melakukan apa saja??
Kemarahan berkumpul didalam hatimu, mengendap dan
membeku didalam jiwamu. Membuatmu merasa terbakar, membuat tulang-tulang dan
sendi-sendimu ngilu, kadang membuatmu sangat mual dan tersiksa. Kemarahan
seperti ini, kemarahan yang sulit untuk dilampiaskan, kemarahan itu pula sulit
untuk diredam. Kemarahan yang hanya tersimpan didalam kepala, hanya tertumpuk
didalam hati. Tak ada pelampiasan, tak ada gerakan, tak ada suara. Kemarahan
yang hanya berupa makian-makian, teriakan-teriakan kecil didalam hati. Sakit?
Ya!! Sampai kadang membuat membuatku sulit untuk bernafas, sesak,
perlahan-lahan mengahancurkan, mengikis, sedikit demi sedikit. Rasanya seperti
seseorang meneteskan air garam diatas lukamu, tetes demi tetes akan terasa
seperti terbakar saat tetesan itu tidak kunjung berhenti. Ingin berlari, pergi
menghindar, melarikan diri dari rasa sakit kenyataan. Namun bagaimana bisa kau
melarikan diri jika kakimu ditahan?
Entah siapa yang yang menahan, entah bagaimana
menahannya aku tak mengerti. Namun jika yang menahanmu adalah orang yang kamu
cintai sekaligus orang yang menyakitimu, akankah kamu mampu berlari? Akankah
kamu mampu pergi! Sekalipun dia tak pernah bisa mencintaimu, sekalipun dia
berpaling darimu. Namun jika dia menahanmu untuk melihatnya bahagia dengan
cintanya yang dia temukan, dan ironisnya
cinta itu bukanlah dirimu mampukah kamu
mengatakan tidak, jika dia yang memintamu mendampinginya? Menjadi sahabat
sejatinya.
Sejauh ini aku selalu mengatakan tidak untuk semua
rasa sakit itu, namun kadang aku memberikan sedikit kelonggaran untuk rasa
sakitku. Kadang aku mengatakan ya, kadang juga kukatakan tidak. Aku setia
mendampinginya dihari-hari bahagianya sebagai sahabatnya, sebagai mantan
kekasih yang dijadikan sahabat. Hhh!! Sahabat bagaimana? Lalu inikah wujud
cinta itu!??
Banyak orang mengatakan bahwa cinta adalah hal yang
tidak bersifat memiliki. Bahwa kebahagiaan orang yang kita cintai adalah hal paling
utama sebagai wujud dari mencintai. BULLSHIT!! Aku berkorban begitu banyak
untuknya lalu kenapa aku tak boleh menjadi egois?? Aku berbuat banyak untuknya
lalu kenapa aku harus melepaskannya?? Apakah dosa besar jika aku egois?? jika
aku ingin memilikinya, jika aku ingin mendapat balasan yang sepadan atas semua
hal yang telah mati-matian aku korbankan untuk cinta bodoh ini??
Demi Tuhan!! Aku ini hanya manusia biasa dengan
segala keterbatasan, dan keegoisan. Lalu kenapa harus aku yang berkorban!!??
Kenapa tidak dia? Kenapa tidak mereka? Kenapa aku yang harus berbuat adil
kepada orang yang yang aku cintai sementara dia tak bisa berbuat satu kebaikan
kecil saja padaku, dengan tidak memintaku untuk menjadi sahabatnya?? Jadikan
saja aku musuhnya!! Jadikan saja aku musuhmu wahai cintaku, aku mohon.
Sehingga aku mampu untuk membencimu, dan aku mampu
untuk pergi jauh dengan semua kebencianku tanpa rasa bersalah apapun karena
telah membencimu. Aku mohon bencilah aku cintaku. Agar aku dapat membencimu
dengan penuh kemarahan dan aku bisa mencurahkan semuanya melalui kemarahan itu,
aku bisa berteriak sekencang-kencangnya bahwa aku membencimu!! Mungkin dengan begitu
keadaan akan lebih baik untukku, mungkin semuanya akan terasa adil jika kamu
mampu membuatku membencimu sedikit saja.
Jangan jadikan aku sahabatmu cintaku, jika kamu
telah berpaling pada hati yang lain. Aku bukan malaikat yang mempunyai kebaikan
yang super, aku bukan malaikat yang tidak memiliki rasa sakit. Aku hanya
manusia yang sangat biasa-biasa saja. Hingga bila kamu menggoreskan sedikit
luka saja, rasa perihnya akan terasa dan tak hilang hingga bertahun-tahun.
Sungguh akan lebih mudah jika aku bisa membencimu. Jika aku membencimu aku
hanya perlu marah tanpa harus menangis, aku hanya perlu pergi tanpa harus
merasa memiliki beban berat yang tertinggal, aku hanya perlu marah dan pergi.
Seandainya aku
bisa pergi begitu saja, dan memulai kehidupanku yang baru akan sangat
mudah bagiku untuk meneruskan hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar