Adakah yang bisa aku pegang, untuk menopang cintaku? bila
aku melihat hatimu yang kini terlampau jauh untuk ku gapai, dalam semua sunyi
setiap malam-malam terberatku, mata ini tetap enggan terpejam, aku ingin
menepiskan rinduku. Aku melihat kedalam ruang hatiku memandang kosong, sepi itu
terlalu menyalak dalam awan-awan hitam yang berarak.
Malam-malam kali ini lebih berat dari pada malam-malam
sebelumnya, malam-malam ini memang malam-malam yang tak lagi dipenuhi air mata,
namun aku rasa menangis akan lebih mudah, ketika kamu tidak bisa lagi menangis.
Ketika hatimu membeku dan membatu, dalam siang-siang diamana kamu terkadang
merasa waktu tidak berjalan sebagai mana mestinya, dimana senyumanmu terasa
hampa, dimana tak ada getar jiwa. Kamu menjadi benar-benar kosong dalam
keterbatasan jarak dan waktu. Dunia kini mendekat padamu, berlalu lalang
disampingmu sedang kamu merasa benar-benar terkubur dalam kesendirian,
kematian.
Dapatkah kamu melihat persepektif waktu ? waktu berjalan
dalam hiruk-pikuk yang sangat cepat sedang kamu sendirian dalam persepektif
waktu yang lambat, dan dunia disekitarmu hanya berupa kelebatan. Tak ada lagi
rasa, tak ada lagi jiwa, tak ada lagi irama bahkan dalam kebisingan. Warna yang
aku lihat telah memudar meluntur menjadi abu-abu, aku tak lagi melihat pelangi
bahkan setelah hujan badai mengguyur tubuhku dengan kuyup, tubuhku sendiri
menolak semua rasa, mataku enggan melihat cahaya, semuanya yang ada didunia
kini hanya berupa bayang-banyang, dan aku tetap berada dalam gulita.
Dulu aku sangat suka malam, karena tanpa malam kita tidak
akan pernah bisa melihat bintang, yah bintang, bintang yang hanya bisa kamu
lihat bila langitmu tak mendung. Setiap hari bahkan setiap malam, aku membuka
jendela kamarku, berharap dapat melihat bintang itu lagi, bintang yang pernah
kita tatap bersama, satu bintang terang terang yang aku tunjuk dengan jariku
dan aku ungkap padamu meski saat itu kamu tidak terlalu memperdulikannya.
Semuanya telah berlalu, waktu membuat semuanya menjadi hanya sebuah kenangan,
kenangan yang tak pernah bisa aku lewatkan seperti kenangan-kenangan terdahulu,
semua kenangan itu menjadi manis sekaligus pahit dalam waktu yang bersamaan.
Gamang, semuanya berubah menjadi kehampaan, kehampaan yang nyata terasa.
Dalam siang kini ku
tertawa untukmu, untuk mereka. Mereka semua termasuk kamu mengaharap aku bahagia,
dan kini aku mengerti bahwa, berpura-pura itu melelahkan. Satu hal yang masih
terus aku yakini kamu akan bahagia walau apapun yang terjadi, setidaknya hal
ini membuat aku sedikit lega, meski tak mampu menyibak semua sebak yang tetap
mengelayut berat dihatiku. Aku menyadari keinginanku akan kamu bukan hanya
sekedar keinginan, lebih dari itu aku membutuhkanmu seperti udara dan air
ataupun makanan. Tanpa ketiga hal tersebut manusia tidak mampu bertahan hidup,
bila kebutuhanku tentangmu sehebat itu, pantaskah aku untuk tetap hidup? Dengan
seluruh keegoisan yang aku miliki?
Aku tahu, aku
sangat-sangat egois, tidak bisa melupakan dan melepasmu bahkan dengan ultimatum
keras darimu, hatiku tetap egois, hatiku tetap membatu dengan apa yang aku
inginkan. Entahlah apakah hatiku benar-benar terhenti dikamu dalam kerusakan-kerusakan
yang sudah tak mampu terobati, biarkan semuanya membeku, biarkan hatiku mati,
biarkan aku mati rasa. Mungkin dengan begitu aku dapat tetap terus menyimpanmu
dalam tumpukan kenangan yang dapat aku liat dalam mimpiku ketika aku
merindukanmu....
Dalam senyum kukulum semua rasa,
tahu semuanya tak ber asa,
dalam senyum ku harap kau tak bisa membaca,
kesedihan dalam tawa...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar