Senin, 07 Oktober 2013

Dalam Senyuman....




Dalam hati aku bertanya..
Adakah yang bisa aku pegang, untuk menopang cintaku? bila aku melihat hatimu yang kini terlampau jauh untuk ku gapai, dalam semua sunyi setiap malam-malam terberatku, mata ini tetap enggan terpejam, aku ingin menepiskan rinduku. Aku melihat kedalam ruang hatiku memandang kosong, sepi itu terlalu menyalak dalam awan-awan hitam yang berarak.
Malam-malam kali ini lebih berat dari pada malam-malam sebelumnya, malam-malam ini memang malam-malam yang tak lagi dipenuhi air mata, namun aku rasa menangis akan lebih mudah, ketika kamu tidak bisa lagi menangis. Ketika hatimu membeku dan membatu, dalam siang-siang diamana kamu terkadang merasa waktu tidak berjalan sebagai mana mestinya, dimana senyumanmu terasa hampa, dimana tak ada getar jiwa. Kamu menjadi benar-benar kosong dalam keterbatasan jarak dan waktu. Dunia kini mendekat padamu, berlalu lalang disampingmu sedang kamu merasa benar-benar terkubur dalam kesendirian, kematian. 
Dapatkah kamu melihat persepektif waktu ? waktu berjalan dalam hiruk-pikuk yang sangat cepat sedang kamu sendirian dalam persepektif waktu yang lambat, dan dunia disekitarmu hanya berupa kelebatan. Tak ada lagi rasa, tak ada lagi jiwa, tak ada lagi irama bahkan dalam kebisingan. Warna yang aku lihat telah memudar meluntur menjadi abu-abu, aku tak lagi melihat pelangi bahkan setelah hujan badai mengguyur tubuhku dengan kuyup, tubuhku sendiri menolak semua rasa, mataku enggan melihat cahaya, semuanya yang ada didunia kini hanya berupa bayang-banyang, dan aku tetap berada dalam gulita. 
Dulu aku sangat suka malam, karena tanpa malam kita tidak akan pernah bisa melihat bintang, yah bintang, bintang yang hanya bisa kamu lihat bila langitmu tak mendung. Setiap hari bahkan setiap malam, aku membuka jendela kamarku, berharap dapat melihat bintang itu lagi, bintang yang pernah kita tatap bersama, satu bintang terang terang yang aku tunjuk dengan jariku dan aku ungkap padamu meski saat itu kamu tidak terlalu memperdulikannya. Semuanya telah berlalu, waktu membuat semuanya menjadi hanya sebuah kenangan, kenangan yang tak pernah bisa aku lewatkan seperti kenangan-kenangan terdahulu, semua kenangan itu menjadi manis sekaligus pahit dalam waktu yang bersamaan. Gamang, semuanya berubah menjadi kehampaan, kehampaan yang nyata terasa.
Dalam siang kini ku tertawa untukmu, untuk mereka. Mereka semua termasuk kamu mengaharap aku bahagia, dan kini aku mengerti bahwa, berpura-pura itu melelahkan. Satu hal yang masih terus aku yakini kamu akan bahagia walau apapun yang terjadi, setidaknya hal ini membuat aku sedikit lega, meski tak mampu menyibak semua sebak yang tetap mengelayut berat dihatiku. Aku menyadari keinginanku akan kamu bukan hanya sekedar keinginan, lebih dari itu aku membutuhkanmu seperti udara dan air ataupun makanan. Tanpa ketiga hal tersebut manusia tidak mampu bertahan hidup, bila kebutuhanku tentangmu sehebat itu, pantaskah aku untuk tetap hidup? Dengan seluruh keegoisan yang aku miliki?

Aku tahu, aku sangat-sangat egois, tidak bisa melupakan dan melepasmu bahkan dengan ultimatum keras darimu, hatiku tetap egois, hatiku tetap membatu dengan apa yang aku inginkan. Entahlah apakah hatiku benar-benar terhenti dikamu dalam kerusakan-kerusakan yang sudah tak mampu terobati, biarkan semuanya membeku, biarkan hatiku mati, biarkan aku mati rasa. Mungkin dengan begitu aku dapat tetap terus menyimpanmu dalam tumpukan kenangan yang dapat aku liat dalam mimpiku ketika aku merindukanmu....


Dalam senyum kukulum semua rasa,
 tahu semuanya tak ber asa,
 dalam senyum ku harap kau tak bisa membaca,
 kesedihan dalam tawa...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar