Tak ada satupun kata yang mampu terucap, ketika
karunia Tuhan nyata-nyatanya berada didepanku. Aku tatap sepanjang malam
wajahnya dengan seksama, polos, tenang, bersinar. Wajah inilah yang selama
beberapa bulan ini aku rindu, wajahmu yang dulu hanya dapat kusaksikan melalui
foto dua dimensi, kini aku dapat menyentuhnya, mengecup kelopak matanya. Sepanjang
malam pertama ku dengannya, aku terus menatap wajahnya yang tertidur dengan
pulas, menikmatinya hingga malam-malam berikutnya. Nafasnya yang tenang dan
teratur, kadang tersengal oleh mimpi entah apa, kadang tersenyum oleh keindahan
dunia mimpinya atau apa, namun yang pasti aku takkan pernah bosan
menyaksikannya tidur, aku takkan pernah lelah menjaganya dari satu malam ke
malam-malam berikutnya.
Ketika matanya terbuka ditengah malam, matanya
menangkapku tengah menikmati wajahnya, nyalang penuh pertanyaan, lalu dia
bertanya “kenapa kamu belum tidur?” aku hanya terpaku, tergagap, tersenyum
padanya yang dibalas dengan pelukkan hangat.
Memeluknya, dulu itu hanya sebuah ilusi mimpi, dengan
jarak dan waktu yang membentang terlampau jauh diantara kami, memeluknya adalah
satu hal termustahil yang aku harapkan untuk mampu terwujud. Namun nyatanya,
tekat yang kuat mengalahkan segala hambatan fisik. Dengan keras hatiku yang tak
tergoyahkan, akhirnya aku benar-benar bisa memeluknya, merasakan setiap hangat
yang menguar dari tubuhnya, mendekapnya dengan penuh kasih, membelainya tiada
henti. Moment itu, detik itu juga dalam pelukkannya aku ingin waktu benar-benar
berhenti, agar aku bisa terus memeluknya, aku ingin pagi tidak pernah datang,
biarlah malam itu menjadi abadi agar semua keindahan ini tidak akan pernah
berakhir.
Sungguh, hari itu aku merasa sangat lelah oleh
perjalanan hampir 18 jam, namun kenyataannya, semua lelah, semua letih, semua
peluh, tiada berarti ketika aku benar-benar menatap kedalam matanya, semuanya
luruh ketika aku mendekapnya. Senyumnya senyum terindah yang pernah aku
saksikan, tatapannya, tatapan terhangat yang pernah menatap mataku. Melihatnya membuat
aku benar-benar terpaku. Dia dengan wajah yang biasa-biasa saja, namun memiliki
daya tarik luar biasa, membuat aku meleleh. Berada didekat tubuhnya adalah hal
yang tak ingin aku lepaskan, ingin selamanya berbaring disana bersamanya,
dikasur kecil berwarna pink, dikamar berukuran kecil bernuansa merah jambu dan
putih susu. Bercanda bersama, saling mengungkap rasa, menggelitik pinggang
dengan mesra, bermain game jari bersama-sama, saling tertawa, saling bercanda,
saat itu kalau aku ditanya, “pernahkah kamu sebahagia itu sepanjang perjalanan
hidupmu?” jawabannya adalah “tidak” sepanjang eksistensiku, hari-hari itu
adalah hari-hari dimana aku merasakan kebahagiaan tak terhingga. Kebahagiaan yang
pertama kali membuat aku benar-benar meledak oleh rasa rindu yang menggebu.
Dan saat pagi tiba kebahagiaanku lengkap dengan dia
disampingku, tersenyum manis padaku, mengecup keningku dengan hangat, kecupan
paling tulus di pagi sejuk itu. Membawaku kedalam kedamaian tiada terkira. Menghirup
wangi tubuhnya yang hangat dipagi hari, kengecup balik keningnya dengan penuh
kasih membuat hatiku menggelembung begitu besar, hampir membuncah membuatku merasa
bahagia. Inilah rasa yang selama ini aku cari, inilah rasa yang selama ini aku
rindukan, rasa membuncah tak terkira, meski dalam kerumitan yang tak biasa,
namun inilah yang aku sebut sebagai bahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar