Aku, kamu dan kereta
Akhirnya waktuku dengannya benar-benar habis, waktu yang singkat,
indah, melekat dalam ingatan. Aku berharap setelah hari ini, aku aku bisa
melanjutkan hidupku dengan lebih baik. Sore yang terakhir, aku ingin sekali
memeluknya untuk terakhir kalinya, namun dia terlalu takut untuk melakukan itu
didepan stasiun. Keretaku menunggu
dengan sombongnya, waktu memaksaku untuk segera beranjak dari hadapannya. Aku
sadar kami tak punya banyak waktu lagi untuk bersama, aku harus kembali ke kehidupanku
begitu pula dia, aku memandangnya membisu tak sanggup pergi , sekuat tenaga ku
tahan air mataku agar tak memecahkan tangis, aku tak ingin menangis
dihadapannya.
Waktu terus bergerak maju, segera ku rogoh kantung celanaku, aku
serahkan secarik kertas lusuh bercampur bercak tetesan airmataku, berisi perasaanku yang tak mampu aku katakan
padanya, semua pesanku untuknya agar dia
menjaga dirinya sendiri, ungkapan sayang dan cintaku yang begitu besar
padanya, dan rasa terimakasih karena dia telah menjagaku selama aku disini.
Aku bergeming dihadapannya menggenggam
erat tangannya, tak mampu beranjak. Menatap lekat wajahnya yang tersenyum sayu,
sepertinya wajah itu hendak menahan ledakan emosi dan tangis. Aku membalas
senyumnya, tangannya membimbingku untuk segera beranjak pergi, kuserahkan tiket
keretaku kepada petugas pemeriksaan, dengan gugupnya aku menjatuhkan
barang-barangku, tanganku bergetar hebat aku benar-benar tak ingin pergi, tak
ingin semua ini berakhir, kebersamaanku dengannya. Ku jabat tangannya untuk
terakhir kalinya, dikecupnya pipiku sekilas, cepat dan singkat, dia melepaskan
genggaman tangaku.
Tangisku tak mampu kutahan saat kulewati pagar pembatas antara
pengantar dan penumpang kereta, aku menatap wajahnya terakhir kali yang tersenyum
penuh ketulusan, melambaikan tanganku padanya dan berlalu pergi, saat wajahnya
tak lagi terlihat, tangisku benar-benar pecah. Dadaku sesak terhimpit, dan aku
menangis dikursi penumpang, didekat jendela. Tak aku pedulikan tatapan
orang-orang yang keheranan dengan tangisanku, aku tak dapat menahannya lagi
saat perlahan keretaku mulai berjalan meninggalkan kota Malang yang penuh
kenangan.
Engkau meraih hatiku dan mematahkannya ribuan kali, namun aku tak
mampu membencimu. Aku selalu berharap
bahwa jalan hidupmu dan hidupku akan berubah nantinya, dan kita simpan semua
kenangan ini. Aku akan berhenti menangisi semua ini dan aku minta kaupun tak
menangis, tegarlah kamu sekuat karang-karang dilautan.
Dan aku sangat tahu aku pasti
akan merindukan semua hal bodoh yang pernah kita lakukan, tersenyumlah, legakan
aku yang tetap masih merindukanmu, ini saatnya aku harus benar-benar mengerti. Kereta
ini akan membawaku pergi jauh, dan bila aku sampai disana, tak akan ada lagi
Kita.
Selamat tinggal sayang.... :')
Malang, 27 September 2013
With love, Diandra..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar