Kamis, 25 Juli 2013

Bahagia

Bahagia adalah hal yang penuh warna-warni dan dipenuhi oleh wewangian keindahan, bahagia adalah hal yang dipenuhi tawa tanpa beban. Bahagia adalah saat kita menarik nafas lega, seperti melepaskan beban dari pundak yang sudah hampir lelah dan menyerah. Bahagia adalah bagai mana aku melihat orang yang aku sayangi dan aku cintai tertawa lepas, tertawa bersamaku. 

Bahagia adalah seperti sebagai mana aku dapat mengapreasiasikan rasa senang dalam hatiku yang kubagi dengannya, atau dengan siapa. Bahagia adalah rasa yang kini aku cari dari hari kehari, melalui lorong-lorong waktu yang panjang dan penuh dengan masa-masa silam penderitaan. Bahagia adalah hal yang aku usahakan bisa terjadi dalam hidupku, berhasil atau tidak, setidaknya aku tetap berharap bahwa suatu saat nanti aku dapat menarik nafas lega dan melepaskan semua beban berat yang selama ini menggelayuti hati dan pikiranku.
  
Begitu banyak yang aku harapkan dari sebuah kata bahagia, begitu besar harapanku, bahwa aku dapat melihat dan merasakan kebahagiaan itu, dapat sesegera mungkin mejalari tubuhku dan mengalir dalam darahku, dari seriap tarikan nafas yang aku hirup dan hembuskan. Begitu besar harapanku tentang kebahagiaan, bagian kecil dari harapan yang kuimpikan untuk bisa kudapatkan.

Bingung, Bingung, Bingung...............



Gue bener-bener bingung, sumpah.. kadang dia manis banget, kadang ngeselin banget. Dia selalu nyuruh gue buat berfikir dan berfikir lagi. Gimana gue bisa mikir kalo yang ada dipikiran gue cuman dia doang? dia gak ngerti sih apa yang gue rasain, dunia gue gak ada hubungannya sama sekali dengan apa yang gue rasain didalam hati. Hari ini dia berubah, perubahannya kerasa banget, entah kenapa, kalaupun dia udah menemukan dunianya kembali, dan pengen pergi dari dunia gue yang sempit yah tinggal bilang aja apa susahnya?
Dia bebas kok kalo mau balik lagi ke dunianya yang dulu, gue gak akan ngehalangi. Gue ini bukan siapa-siapanya, gak punya hak untuk ngelarang, kalopun mau pergi yah silakan gak usah mikirin rasa sakit gue, toh selama ini sakit yang gue rasain gak pernah ada yang tau gimana rasanya, gue udah biasa diginiin. Dibuang saat udah gak diinginkan lagi, dipungut pas lagi dibutuhin. Entah hati gue yang goblok ini terbuat dari apa gue gak ngerti, tapi satu yang pasti gue bakal baik-baik aja, palingan ngersain sakit lagi, toh tiap harinya gue selalu ngerasain sakit. Palingan gue bakal marah-marah gak karuan lagi, menyendiri seperti biasanya. Gue udah biasa  ngerasain sepi dikeramaian, jadi tong sampah mereka-mereka. Gue udah biasa gak didengarkan, gue udah terbiasa luput dari pandangan orang-orang.
Gue seneng bisa bikin orang ketawa, yah gak gue pungkiri sih jiwa konyol gue ini sering bisa ngehibur banyak orang, tapi hati bodoh gue, siapa yang tau? Siapa yang pernah tau hati gue yang menyimpan ribuan bahkan jutaan rasa sakit. Mereka pengen didenger dan mereka gak mau denger gue, BIASA! Mereka pengen gue jadi sosok yang selalu ada buat mereka,  tapi mereka gak pernah ada disetiap gue butuhin, BIASA! Mereka cuman jadiin gue tukang ojek, tempat nangis, ban serep, udah BIASA!
Yah walaupun buat kali ini beda banget, rasa sakit ini beda banget, senang, kaget, speachlessnya beda banget. Rasanya beda banget, gue belum pernah loh pengen bikin seseorang bahagia ampe segininya. Rela aja gitu meski dari awal udah tau bakalan sakit, ikhlas aja gitu nelen rasa pahit tanpa dendam sedikitpun. Tapi pas tau dianya iya-iya nggak-nggak rasanya kayak mau meledak, kepala gue mendadak pusing, migrain gue kambuh, insomnia gue makin parah. Dan kacaunya yang ada di otak gue cuman dia, dia, dan dia. Rasanya gue pengen nyebur kekolam tengah malem padahal gue gak bisa berenang, dan kalau gue ngelakuin itu bisa dipastikan gue bakal tenggelam.
Malem ini hujan deres banget, nambahin sepi, nambahin dingin, nambahin sunyi, nambahin galau, nambahin sakit. Kalo gak inget ini tengah malem, dan kalo gak inget gue bakal dimarahin orang tua gue habis-habisan, gue pasti udah lari keluar rumah terus mandi hujan deh buat, ngademin otak gue.. YA TUHAAAANNNNN!!!!!!!    
(I’m here without you baby,      
But you’re still on my lonely mind..
I think about you baby and I dream..
about you all the time..... )
(Based from BoyceAvenue)

Rabu, 24 Juli 2013

It all just sounds like oooooh…



Marah? Apa hakku untuk marah? Siapa aku hingga aku harus begitu marah kepada kamu, kepada dirinya? Harusnya dia yang marah padaku. Aku sangat menyadari aku yang ada diantara kalian, aku yang dengan lancang menyusup masuk dan mengganggu kalian. Aku yang dengan keegoisanku mengingikan kamu yang bukan milikku. Aku yang salah karena membiarkan hati ini dengan liar menerobos masuk kedalam hatimu yang didalamnya sudah dipenuhi olehnya. Aku yang dengan kebodohan membiarkanmu mengisi hatiku, mengundangmu masuk, membukakanmu pintu dengan lebar, dan memperlihatkan keindahan melalui jalinan kata yang kurangkai khusus untukmu.
            Aku yang sudah khatam menelan rasa sakit, aku yang sudah terbiasa terjatuh, aku yang sudah hapal bagaimana rasanya ketika harapan yang timbul hanya merupakan sebuah angan dan mimpi yang sulit untuk diwujudkan. Dengan semua sakit yang pernah aku telan harusnya aku cukup berhati-hati dengan perasaanku, harusnya logikaku bisa mengontrolnya, bisa meredam apa yang bergejolak dengan hebatnya didalam jiwaku. Tapi ketahuilah, ketika melihatmu, otakku berhenti bekerja, nalarku berhamburan kemana-mana, logikaku seolah menjadi buta dan bodoh.
            Mau aku sebut apalagi ini? Cinta? Harapan? Angan-angan? Atau kepalsuan? Permainan Tuhan atas hatiku, yang berusaha selalu aku jaga. Aku menangis saat cinta dengan egoisnya mencengkram kalian berdua, aku sakit saat mengetahui kamu telah tersakiti atas kebodohanku. Akulah yang salah telah menyeretmu masuk kedalam rasa sakitku. Aku yang egois ini menyudutkanmu, menenpatkanmu di dua jurang kesakitan, aku dan dia. Aku tidak mungkin memaksamu memilihku, aku tidak punya kekuatan apapun untuk memintanya melepaskanmu begitu saja, aku tak punya daya apapun untuk melawan dan bersaing dengan masalalu kalian.
            Kenyataan mengatakan beberapa hari tidak akan mampu melawan beberapa tahun, kenangan bertahun-tahun tidak akan bisa dihilangkan hanya dengan hitungan hari. Seberapa kuatpun usahaku untuk meyakinkanmu , takkan mampu membuatmu melepaskan semua rasa nyaman yang selama ini menjadi tempat kamu bernaung. Karena aku tak mampu memberikan apapun, aku tak mampu berjanji, aku tak mampu memberikan kepastian, bahkan aku tak mampu memberikan harapan, karena dari awal aku hanya sebuah bayangan paralel. Banyangan bodoh dengan semangat yang menggebu, banyangan yang hidup hanya karena sebuat alat komunikasi melalui jaringan paralel yang melingkari atmosphire. Tanpa hal itu semua, aku tidak pernah ada, tidak akan pernah ada.
            Aku makhluk  pencemburu denga keegoisanku, tak berkutik melemah ketika baterai ponsel habis, aku makhluk egois bodoh yang berjalan sendirian, menebarkan mimpi berharap ada yang bisa kuajak bermimpi bersamaku, didunia paralel .
            Sedang dia, aku tak akan bisa menandinginya, menandingi semua pengorbanannya terhadapmu, aku tak mungkin melawannya, aku takkan bisa melawan waktu dan semua perjuangan yang telah kalian lakukan bersama. Aku hanya penghalang, yang dengan mudah disingkirkan hanya dengan sebuah kenangan. Satu kali saja dia memelukmu saat kamu membutuhkannya, maka detik itu juga dengan mudahnya aku sirna, memudar dari ingatanmu.
            Suatu saat nanti, kita pernah bermimpi tentang suatu saat nanti, bahwa suatu saat nanti kita akan bertemu, kita akan saling menemukan. Suatu saat nanti,  kita pernah bermimpi bahwa bila saat itu tiba, kamu akan berusaha jadi yang tepat untukku, hatiku, dan hidupku. Kamu bilang saat itu akan tiba, bila saat itu disuatu saat nanti aku masih menginginkanmu. Demi Tuhan bagaimana bisa suatu saat nanti aku tidak menginginkanmu? Bagaimana mungkin suatu saat nanti aku bisa melupakannmu yang  hanya dengan sekejap mata...” Like a magic”  mampu membuatku berucap sayang dengan tak henti-hentinya bersenandung syukur kepada Tuhan?
            Disuatu saat nanti, aku pernah berucap dengan mantap bahwa, aku akan menungumu. Aku akan menantikan saat itu, untuk menemuimu, lebih dekat denganmu, menunggu saat kamu berada dalam jarak yang tidak jauh dari tempatku, untuk sering-sering memelukmu dengan kerinduan yang menggebu. Semua itu kamu tau sayangku, terasa indah, bagai pelagi setelah hujan, terasa sejuk seperti sedang berlari-lari dengan lincah, menari didalam hujan.
            Hari ini kenyataan menghantamku bertubi-tubi, menamparku, mendorongku kejurang hukuman. Memaksaku melihat kenyataan, seperti memaksaku menatap matahari disiang bolong. Aku tak perlu menceritakan padamu bagai mana rasanya, karena ini adalah rasa sakitku sendiri, aku tidak ingin membuatmu menanggungnya juga, karena aku tak ingin kamu terluka. Aku menyesal telah membuatmu ikut merasakan sakit yang aku buat, aku benar-benar menyesal membuatmu sedikit saja merasakan pahit yang aku rasakan. Karena yang seharusnya aku berikan padamu adalah kebahagiaan. Apapun bentuk kebahagiaan itu, dengan siapapun kamu merasasakannya, yang aku inginkan hanyalah kamu bahagia, dari dalam setiap doa yang aku panjatkan. Siapapun yang bisa membuatmu bahagia maka aku akan tersenyum padanya dengan  setulus hatiku, siapapun yang membuatmu bahagia, aku akan memeluknya dengan akrab, memanjatkan doa untuknya agar dia tidak akan pernah menyakitimu.
            Mungkin aku bodoh sayang, mungkin aku terlalu naif, tapi aku tak peduli sekalipun aku bodoh dan naif. Aku hanya ingin kamu tetap merasa nyaman dan bahagia meski tidak bersamanaku.   

(I hope she buys you flowers
I hope she holds your hand
Give you all her hours
When she has the chance ----
based from Bruno Mars song)

Sabtu, 20 Juli 2013

Perpisahan



Perpisahan, bukanlah sesuatu hal yang istimewa hingga harus ditangisi berulang-ulang. Namun sekalipun  perpisahan adalah hal yang paling biasa diduniapun akan tetap meninggalkan rasa nyeri yang aneh. Rasa nyeri baru yang menghantam luka yang sudah cukup berdarah, luka yang tertimpa luka adalah luka yang terkorek dan akan bernanah, dan luka yang bernanah menimbulkan rasa sakit yang aneh bernama perih. Perih inilah hal yang aku takutkan dari sebuah perpisahan, bukan perpisahannya, bukan saat detik-detik perpisahan itu tiba, namun saat perpisahan itu usai dan berganti dengan kesunyian yang kosong. 

Kekosongan itu yang aku sebut perih, hati yang kosong menimbulkan perih yang cukup membuat perputaran waktu buyar dalam hari-hari yang tak terasa wajar. Dedaunan akan terlihat gugur, udara akan terasa hambar, tak ada satu halpun yang membuat lidahnmu merasakan manis, bahkan saat kau menjilat mangkuk yang dipenuhi  madu.

Rasa perih yang seperti ini yang perlahan-lahan akan cukup mampu membuatmu berfikir dua kali untuk mengenal rasa baru, cinta yang baru. Rasa perih menimbulkan ketakutan-ketakutan yang paranoid, takut akan Cinta baru, takut akan perpisahan yang terulang, perpisahan yang tak pernah ada harapan untuk dipertemukan kembali, sekalipun dipertemukan dalam kurun waktu dan dimensi yang berbeda. Rasa perih dimasa lalu akan terasa sampai bertahun-tahun, bahkan berabad-abad, rasa sakit itu telah disimbolkan oleh Mum Taj, dalam megahnya Taj Mahal, tingginya menara Eiffel dan Uniknya Prambanan. Rasa sakit oleh cinta yang penuh perjuangan akan pembuktian, pembuktian cinta yang sia-sia dari masa silam. Betapa simbol-simbol Indah itu mampu dilihat dan dikenang dimasa depan, namun mereka semua yang melihat, tak mampu melihat kesia-siaan didalamnya, kesia-siaan bernama perpisanah.

Aku sendiri masih merasa belum cukup mengenal perpisahan dalam beberapa perpsektif dan pengertian, betapa rasa sakit dari perpisahan itu sendiri tak mampu menggoyahkan sedikitpun keyakinan manusia terhadap cinta. Betapapun sakitnya perpisahan, perihnya ditinggal pujaan tak mampu membuat manusia meningglakan cinta, manusia tetap patuh pada cinta dan berharap bisa bahagia karenannya, manusia tetap berlutut penuh penyerahan diri terhadap cinta.

Dulu akupun berharap seperti itu bahwa cinta akan membuatku bahagia tanpa rasa perih perpisahan. Dulu aku begitu memuja cinta hingga aku tak pernah mempertanyakan apakah semua itu bisa berakhir? Dan dalam pengaruh rasa bahagia sesaat yang cinta berikan kepadaku, aku melupakan pertanyaan itu. Aku sepenuhnya yakin bahwa bahagia adalah milikku yang diberikan oleh cinta padaku dan hal itu tak pernah terlintas untuk kupikir akan berakhir. Namun lagi-lagi aku terkecoh dalam rasa bahagia itu, semua rasionalisme, semua pemikiran, semua hitungan angka memecah menjadi partikel-partikel kecil, sekecil debu yang kemudian hancur dan menghilang. Begitu pintar dan briliantnya cara cinta memerangkapku, hingga aku tak menyadari rasa sakit yang akan dihadiahkannya kepadaku.

Dan tak berapa lama, ketika aku benar-benar tak bisa melepaskan cinta dari dalam hati dan jiwaku, cinta menghadiahkan rasa sakit itu, rasa perih perpisahan. Pahitnya masih bisa kurasakan dilidahku, pahitnya cinta yang berakhir dengan  perpisahan. Pahit itu masih tetap bisa kurasakan meski bertahun-tahun telah berlalu, dan musim telah lama berganti dengan berputarnya bumi mengelilingi matahari dalam poros yang tak pernah meleset. 

Sesungguhnya aku tak pernah meninggalkan cinta meski sedetik, namun cintalah yang meninggalakan aku saat aku telah menjadi bodoh dan tak mampu berfikir realistis. Karena itulah aku membeci cinta, cinta yang dipenuhi oleh tipu daya dan kebohongan. Cinta yang berakhir ditangan sebuah rasa perih bernama perpisahan.

Perpisahan penuh kehampaan membuatku tak mampu melihat keindahan milik Tuhan yang lainnya, perpisahaan yang tanpa peringatan membuatku buta dan tak mampu merasa. Perpisahaan yang tak pernah direncanakan  membuatku tak bisa berkata, tak dapat mencerna dengan baik. Dan aku bukannya tak berusaha untuk merelakan, namun aku berusaha dengan sepenuh keikhlasanku untuk melepaskannya. Tapi aku tak mampu menghilangkan rasa perih itu, rasa perih panas yang tak mampu kuhilangkan dan ku obati, meski aku telah berada diujung negeri. Aku rela melakukan apa saja untuk menghilangkan rasa perih ini, karena rasa perih ini yang tak bisa membuatku menjalani hidupku dengan normal, rasa sakit ini mengganggu kelangsungan hidupku. Hidupku dipenuhi kegelisahan yang membuatku tak berani untuk memulai sebuah mimpi yang baru. Aku tak bisa melanjutkan mimpiku, dan mimpi indahku dengan mudahnya berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang selalu hadir setiap aku mencoba memejamkan mataku di saat larut.

Aku tak bisa tidur dan semua rasa sakit yang menghantamku bertubi-tubi saat aku mulai mencoba untuk tidur, adalah halangan terbesarku untuk bermimpi lagi. Padahal dulu hidupku dipenuhi mimpi-mimpi indah, mimpi-mimpi tentang cinta dan kebahagiaan. Mimpi-mimpi tentang cinta dan harapan, dan mimpi-mimpi tentang cinta yang berakhir indah di masa depan. Begitu terlenanya aku akan cinta, begitu terlelapnya aku dalam mimpi-mimpi yang diberikan oleh cinta, hingga kemudia aku merasakan rasa sakit perpisahan cinta yang begitu mendalam. Cinta adalah sebuah pengharapan yang sia-sia, yang diletakkan Tuhan didalam hati manusia sebagai anugerah sekaligus hukuman. 

Cinta yang berakhir dengan Pahitnya perpisahan adalah cinta yang anugerah dan cinta yang memiliki penghukumannya sendiri. Cinta seperti inilah yang aku sebut dengan cinta bodoh yang dungu. Cinta yang seperti inilah cinta yang penuh dengan rasa sakit. Cinta yang anugerah dan cinta yang hukuman.
Aku sendiri sepenuhnya sadar bahwa didunia ini, seberapa eratnyapun kita menggenggam sesuatu dan menjaganya dengan sepenuh hati, semua itu bisa saja hilang dan hancur, karena didunia ini memang tak ada yang abadi. Begitu pula dengan cinta, cinta takkan pernah abadi itulah sebabnya kenapa ada perpisahan. Namun walaupun dalam persepektif yang seperti ini aku dapat sepenuhnya menyadari dan mengerti akan ketidak abadian, tetap saja aku marah, kecewa dan sakit hati pada cinta, pada rasa sakit dan pada perpisahan. 

Karena itulah dengan alasan apapun dan dengan kondisi apapun aku tetap membenci sebuah perpisahan, karena dengan perpisahan semua harapan memudar.

***


Kamis, 18 Juli 2013

Pada Suatu Titik

Detak-detak waktuku mengalun dalam ruang-ruang kebisuan, waktu adalah satu-satunya suara yang ada dalam hidupku saat ini. Suara waktu itu sendiri menjadi sangat indah melalui merdunya detik-detik jarum jam, berputar, berjalan namun selalu kembali dan kembali tepat ditempat itu ditempat Ia memulai. Itulah benda yang paling aku sukai eksistensinya didunia ini yaitu jam, sebuah alat pengingat, penghitung penjaga waktu. Aku sadar dalam beberapa titik perjalanan kehidupanku aku sering melupakan waktu yang terus berjalan, berpusing berputar mengelilingi hari-hari yang dipenuhi dengan rasa lelah dan jenuh. Hal yang aku suka yaitu jarum jam berjalan berputar, karena dengan berjalan berputar sejauh manapun jarum itu berjalan dia akan tetap kembali ketempat yang sama saat awa-awal dia mulai berputar.

Melalui simbol putaran jarum jam itu sebenarnya aku ingin mengukirkannya dalam perjalanan kehidupanku, dan lagi-lagi di titik ini aku membawa sebuah hal yang paling aku benci namun bisa dengan bodohnya aku harapkan yaitu sebuah cinta. Cintaku yang telah pergi itu kuharapkan kahadiranya kembali dikehidupanku. Cinta yang telah lari dari kehidupanku itu, kuharapkan dia kembali lagi digenggaman tanganku.
Inilah titik-titik dimana aku menyadari bahwa seberapa jauhpun aku berlari dari kenyataan, aku tetap mengiginkannya kembali, aku mengiginkan dia kembali. Aku mengiginkan sosok cinta yang telah tega berlari jauh dariku untuk kembali padaku. Aku sangat mengetahui bahwa hal itu adalah sebuah kemustahilan yang mungkin memang takkan pernah terjadi. 

Namun sejujurnya aku telah sangat lelah berlari jauh aku sangat letih terus berlari mengelilingi waktu dan aku berada pada titik dimana aku ingin berhenti. Mungkin suatu kebodohan bila aku mengiginkan cinta yang telah beribu-ribu kali meminumkan racunnya padaku. Mungkin aku memang sangat dungu hingga mengharapkan meminum kembali racun itu. Mungkin aku memang sangat-sangat tolol mengharapkan bisa membunuh diriku sendiri dengan racun cinta itu. Namun sungguh memang pada titik ini rasa rindu menyiksaku, rasa rindu terus menggerogotiku berdetak dalam setiap alunan detak jantungku. Dan pada titik ini aku benar-benar ingin meminum racun itu lagi.

Dan begitu kejamnya cinta dalam menyertai takdirku, hingga cintapun tak mengizinkan aku untuk mereguk setetes lagi racunnya. Begitu hinanya cinta memandangku hingga untuk merasakan rasa manis yang perih dari racunnya itupun aku tak di izinkannya. Inilah titik dimana aku berada dalam kemalangan yang pedih, titik di mana aku mengiginkan cinta membunuhku.

Dalam luka-luka mendalam yang tak kunjung menemukan cara untuk dapat menyembuhkannya, menghilangkan rasa sakitnya, waktu hingga kini tak kunjung berbicara, tak kunjung memberikan jalan yang bisa aku tuju untuk menyembuhkan lukaku. Waktu seperti waktu-waktu tersakit lainnya, hanya melihatku memahat berjuta harapan tentang sebuah kalimat yang aku sangat ingin meyakininya bahwa waktu dapat menyembuhkan luka, cepat atau lambat yang pasti disuatu saat nanti pada sebuah titik yang bisa menjadi titik balik dari semua lingkaran-lingkaran kisah hidupku bahwa luka ini akan sembuh, dititik waktu yang tepat disaat aku bisa kembali menemukan kebahagiaanku. Pada suatu titik bahwa aku bisa melupakan semua keburukan, menyerahkan keadaan dan rasa sakitku pada takdir. Disuatu titik dimana waktu dapat benar-benar menyembuhkan luka. Semoga saja.