Marah?
Apa hakku untuk marah? Siapa aku hingga aku harus begitu marah kepada kamu,
kepada dirinya? Harusnya dia yang marah padaku. Aku sangat menyadari aku yang
ada diantara kalian, aku yang dengan lancang menyusup masuk dan mengganggu
kalian. Aku yang dengan keegoisanku mengingikan kamu yang bukan milikku. Aku yang
salah karena membiarkan hati ini dengan liar menerobos masuk kedalam hatimu
yang didalamnya sudah dipenuhi olehnya. Aku yang dengan kebodohan membiarkanmu
mengisi hatiku, mengundangmu masuk, membukakanmu pintu dengan lebar, dan
memperlihatkan keindahan melalui jalinan kata yang kurangkai khusus untukmu.
Aku yang sudah khatam menelan rasa sakit, aku yang sudah
terbiasa terjatuh, aku yang sudah hapal bagaimana rasanya ketika harapan yang
timbul hanya merupakan sebuah angan dan mimpi yang sulit untuk diwujudkan. Dengan
semua sakit yang pernah aku telan harusnya aku cukup berhati-hati dengan
perasaanku, harusnya logikaku bisa mengontrolnya, bisa meredam apa yang
bergejolak dengan hebatnya didalam jiwaku. Tapi ketahuilah, ketika melihatmu,
otakku berhenti bekerja, nalarku berhamburan kemana-mana, logikaku seolah
menjadi buta dan bodoh.
Mau aku sebut apalagi ini? Cinta? Harapan? Angan-angan? Atau
kepalsuan? Permainan Tuhan atas hatiku, yang berusaha selalu aku jaga. Aku menangis
saat cinta dengan egoisnya mencengkram kalian berdua, aku sakit saat mengetahui
kamu telah tersakiti atas kebodohanku. Akulah yang salah telah menyeretmu masuk
kedalam rasa sakitku. Aku yang egois ini menyudutkanmu, menenpatkanmu di dua
jurang kesakitan, aku dan dia. Aku tidak mungkin memaksamu memilihku, aku tidak
punya kekuatan apapun untuk memintanya melepaskanmu begitu saja, aku tak punya
daya apapun untuk melawan dan bersaing dengan masalalu kalian.
Kenyataan mengatakan beberapa hari tidak akan mampu melawan
beberapa tahun, kenangan bertahun-tahun tidak akan bisa dihilangkan hanya
dengan hitungan hari. Seberapa kuatpun usahaku untuk meyakinkanmu , takkan
mampu membuatmu melepaskan semua rasa nyaman yang selama ini menjadi tempat
kamu bernaung. Karena aku tak mampu memberikan apapun, aku tak mampu berjanji,
aku tak mampu memberikan kepastian, bahkan aku tak mampu memberikan harapan,
karena dari awal aku hanya sebuah bayangan paralel. Banyangan bodoh dengan
semangat yang menggebu, banyangan yang hidup hanya karena sebuat alat
komunikasi melalui jaringan paralel yang melingkari atmosphire. Tanpa hal itu
semua, aku tidak pernah ada, tidak akan pernah ada.
Aku makhluk pencemburu denga keegoisanku, tak berkutik
melemah ketika baterai ponsel habis, aku makhluk egois bodoh yang berjalan
sendirian, menebarkan mimpi berharap ada yang bisa kuajak bermimpi bersamaku,
didunia paralel .
Sedang dia, aku tak akan bisa menandinginya, menandingi
semua pengorbanannya terhadapmu, aku tak mungkin melawannya, aku takkan bisa
melawan waktu dan semua perjuangan yang telah kalian lakukan bersama. Aku hanya
penghalang, yang dengan mudah disingkirkan hanya dengan sebuah kenangan. Satu kali
saja dia memelukmu saat kamu membutuhkannya, maka detik itu juga dengan
mudahnya aku sirna, memudar dari ingatanmu.
Suatu saat nanti, kita pernah bermimpi tentang suatu saat
nanti, bahwa suatu saat nanti kita akan bertemu, kita akan saling menemukan. Suatu
saat nanti, kita pernah bermimpi bahwa
bila saat itu tiba, kamu akan berusaha jadi yang tepat untukku, hatiku, dan
hidupku. Kamu bilang saat itu akan tiba, bila saat itu disuatu saat nanti aku
masih menginginkanmu. Demi Tuhan bagaimana bisa suatu saat nanti aku tidak
menginginkanmu? Bagaimana mungkin suatu saat nanti aku bisa melupakannmu yang hanya dengan sekejap mata...” Like
a magic” mampu membuatku berucap
sayang dengan tak henti-hentinya bersenandung syukur kepada Tuhan?
Disuatu saat nanti, aku pernah berucap dengan mantap
bahwa, aku akan menungumu. Aku akan menantikan saat itu, untuk menemuimu, lebih
dekat denganmu, menunggu saat kamu berada dalam jarak yang tidak jauh dari
tempatku, untuk sering-sering memelukmu dengan kerinduan yang menggebu. Semua itu
kamu tau sayangku, terasa indah, bagai pelagi setelah hujan, terasa sejuk
seperti sedang berlari-lari dengan lincah, menari didalam hujan.
Hari ini kenyataan menghantamku bertubi-tubi, menamparku,
mendorongku kejurang hukuman. Memaksaku melihat kenyataan, seperti memaksaku
menatap matahari disiang bolong. Aku tak perlu menceritakan padamu bagai mana
rasanya, karena ini adalah rasa sakitku sendiri, aku tidak ingin membuatmu
menanggungnya juga, karena aku tak ingin kamu terluka. Aku menyesal telah
membuatmu ikut merasakan sakit yang aku buat, aku benar-benar menyesal
membuatmu sedikit saja merasakan pahit yang aku rasakan. Karena yang seharusnya
aku berikan padamu adalah kebahagiaan. Apapun bentuk kebahagiaan itu, dengan
siapapun kamu merasasakannya, yang aku inginkan hanyalah kamu bahagia, dari dalam
setiap doa yang aku panjatkan. Siapapun yang bisa membuatmu bahagia maka aku akan
tersenyum padanya dengan setulus hatiku,
siapapun yang membuatmu bahagia, aku akan memeluknya dengan akrab, memanjatkan
doa untuknya agar dia tidak akan pernah menyakitimu.
Mungkin aku bodoh sayang, mungkin aku terlalu naif, tapi
aku tak peduli sekalipun aku bodoh dan naif. Aku hanya ingin kamu tetap merasa
nyaman dan bahagia meski tidak bersamanaku.
(I hope she
buys you flowers
I hope she holds your hand
Give you all her hours
When she has the chance ----
based from Bruno Mars song)
I hope she holds your hand
Give you all her hours
When she has the chance ----
based from Bruno Mars song)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar