Detak-detak waktuku mengalun dalam ruang-ruang kebisuan,
waktu adalah satu-satunya suara yang ada dalam hidupku saat ini. Suara waktu
itu sendiri menjadi sangat indah melalui merdunya detik-detik jarum jam,
berputar, berjalan namun selalu kembali dan kembali tepat ditempat itu ditempat
Ia memulai. Itulah benda yang paling aku sukai eksistensinya didunia ini yaitu
jam, sebuah alat pengingat, penghitung penjaga waktu. Aku sadar dalam beberapa
titik perjalanan kehidupanku aku sering melupakan waktu yang terus berjalan,
berpusing berputar mengelilingi hari-hari yang dipenuhi dengan rasa lelah dan
jenuh. Hal yang aku suka yaitu jarum jam berjalan berputar, karena dengan
berjalan berputar sejauh manapun jarum itu berjalan dia akan tetap kembali
ketempat yang sama saat awa-awal dia mulai berputar.
Melalui simbol putaran jarum jam itu sebenarnya aku ingin
mengukirkannya dalam perjalanan kehidupanku, dan lagi-lagi di titik ini aku
membawa sebuah hal yang paling aku benci namun bisa dengan bodohnya aku
harapkan yaitu sebuah cinta. Cintaku yang telah pergi itu kuharapkan
kahadiranya kembali dikehidupanku. Cinta yang telah lari dari kehidupanku itu,
kuharapkan dia kembali lagi digenggaman tanganku.
Inilah titik-titik dimana aku menyadari bahwa seberapa
jauhpun aku berlari dari kenyataan, aku tetap mengiginkannya kembali, aku
mengiginkan dia kembali. Aku mengiginkan sosok cinta yang telah tega berlari
jauh dariku untuk kembali padaku. Aku sangat mengetahui bahwa hal itu adalah
sebuah kemustahilan yang mungkin memang takkan pernah terjadi.
Namun sejujurnya aku telah sangat lelah berlari jauh aku
sangat letih terus berlari mengelilingi waktu dan aku berada pada titik dimana
aku ingin berhenti. Mungkin suatu kebodohan bila aku mengiginkan cinta yang
telah beribu-ribu kali meminumkan racunnya padaku. Mungkin aku memang sangat
dungu hingga mengharapkan meminum kembali racun itu. Mungkin aku memang
sangat-sangat tolol mengharapkan bisa membunuh diriku sendiri dengan racun
cinta itu. Namun sungguh memang pada titik ini rasa rindu menyiksaku, rasa
rindu terus menggerogotiku berdetak dalam setiap alunan detak jantungku. Dan
pada titik ini aku benar-benar ingin meminum racun itu lagi.
Dan begitu kejamnya cinta dalam menyertai takdirku, hingga
cintapun tak mengizinkan aku untuk mereguk setetes lagi racunnya. Begitu
hinanya cinta memandangku hingga untuk merasakan rasa manis yang perih dari
racunnya itupun aku tak di izinkannya. Inilah titik dimana aku berada dalam
kemalangan yang pedih, titik di mana aku mengiginkan cinta membunuhku.
Dalam luka-luka mendalam yang tak kunjung menemukan cara
untuk dapat menyembuhkannya, menghilangkan rasa sakitnya, waktu hingga kini tak
kunjung berbicara, tak kunjung memberikan jalan yang bisa aku tuju untuk
menyembuhkan lukaku. Waktu seperti waktu-waktu tersakit lainnya, hanya
melihatku memahat berjuta harapan tentang sebuah kalimat yang aku sangat ingin
meyakininya bahwa waktu dapat menyembuhkan luka, cepat atau lambat yang pasti
disuatu saat nanti pada sebuah titik yang bisa menjadi titik balik dari semua
lingkaran-lingkaran kisah hidupku bahwa luka ini akan sembuh, dititik waktu
yang tepat disaat aku bisa kembali menemukan kebahagiaanku. Pada suatu titik
bahwa aku bisa melupakan semua keburukan, menyerahkan keadaan dan rasa sakitku
pada takdir. Disuatu titik dimana waktu dapat benar-benar menyembuhkan luka.
Semoga saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar