Kamis, 18 Juli 2013

Pada Suatu Titik

Detak-detak waktuku mengalun dalam ruang-ruang kebisuan, waktu adalah satu-satunya suara yang ada dalam hidupku saat ini. Suara waktu itu sendiri menjadi sangat indah melalui merdunya detik-detik jarum jam, berputar, berjalan namun selalu kembali dan kembali tepat ditempat itu ditempat Ia memulai. Itulah benda yang paling aku sukai eksistensinya didunia ini yaitu jam, sebuah alat pengingat, penghitung penjaga waktu. Aku sadar dalam beberapa titik perjalanan kehidupanku aku sering melupakan waktu yang terus berjalan, berpusing berputar mengelilingi hari-hari yang dipenuhi dengan rasa lelah dan jenuh. Hal yang aku suka yaitu jarum jam berjalan berputar, karena dengan berjalan berputar sejauh manapun jarum itu berjalan dia akan tetap kembali ketempat yang sama saat awa-awal dia mulai berputar.

Melalui simbol putaran jarum jam itu sebenarnya aku ingin mengukirkannya dalam perjalanan kehidupanku, dan lagi-lagi di titik ini aku membawa sebuah hal yang paling aku benci namun bisa dengan bodohnya aku harapkan yaitu sebuah cinta. Cintaku yang telah pergi itu kuharapkan kahadiranya kembali dikehidupanku. Cinta yang telah lari dari kehidupanku itu, kuharapkan dia kembali lagi digenggaman tanganku.
Inilah titik-titik dimana aku menyadari bahwa seberapa jauhpun aku berlari dari kenyataan, aku tetap mengiginkannya kembali, aku mengiginkan dia kembali. Aku mengiginkan sosok cinta yang telah tega berlari jauh dariku untuk kembali padaku. Aku sangat mengetahui bahwa hal itu adalah sebuah kemustahilan yang mungkin memang takkan pernah terjadi. 

Namun sejujurnya aku telah sangat lelah berlari jauh aku sangat letih terus berlari mengelilingi waktu dan aku berada pada titik dimana aku ingin berhenti. Mungkin suatu kebodohan bila aku mengiginkan cinta yang telah beribu-ribu kali meminumkan racunnya padaku. Mungkin aku memang sangat dungu hingga mengharapkan meminum kembali racun itu. Mungkin aku memang sangat-sangat tolol mengharapkan bisa membunuh diriku sendiri dengan racun cinta itu. Namun sungguh memang pada titik ini rasa rindu menyiksaku, rasa rindu terus menggerogotiku berdetak dalam setiap alunan detak jantungku. Dan pada titik ini aku benar-benar ingin meminum racun itu lagi.

Dan begitu kejamnya cinta dalam menyertai takdirku, hingga cintapun tak mengizinkan aku untuk mereguk setetes lagi racunnya. Begitu hinanya cinta memandangku hingga untuk merasakan rasa manis yang perih dari racunnya itupun aku tak di izinkannya. Inilah titik dimana aku berada dalam kemalangan yang pedih, titik di mana aku mengiginkan cinta membunuhku.

Dalam luka-luka mendalam yang tak kunjung menemukan cara untuk dapat menyembuhkannya, menghilangkan rasa sakitnya, waktu hingga kini tak kunjung berbicara, tak kunjung memberikan jalan yang bisa aku tuju untuk menyembuhkan lukaku. Waktu seperti waktu-waktu tersakit lainnya, hanya melihatku memahat berjuta harapan tentang sebuah kalimat yang aku sangat ingin meyakininya bahwa waktu dapat menyembuhkan luka, cepat atau lambat yang pasti disuatu saat nanti pada sebuah titik yang bisa menjadi titik balik dari semua lingkaran-lingkaran kisah hidupku bahwa luka ini akan sembuh, dititik waktu yang tepat disaat aku bisa kembali menemukan kebahagiaanku. Pada suatu titik bahwa aku bisa melupakan semua keburukan, menyerahkan keadaan dan rasa sakitku pada takdir. Disuatu titik dimana waktu dapat benar-benar menyembuhkan luka. Semoga saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar